Minggu, 17 Agustus 2014

RENUNGAN JIWAKU


Ya Tuhan, hidupku ini, jiwaku ini, adalah milik-Mu. Aku serahkan sepenuhnya kepada-Mu. Apapun yang akan terjadi, terjadilah, karena aku sudah berdoa dan berusaha. Jauh dalam batinku, aku melihat diriku yang sejati, diri yang bersyukur, diri yang tenang, diri yang ikhlas. Itulah diriku yang sesungguhnya. Betapa senangnya bisa menjadi diri seperti itu. Setiap rasa sakit, setiap masalah, setiap penderitaan adalah kesempatan paling indah untuk bertemu dengan-Mu, sang penciptaku. Aku bisa menemukan pemelajaran, makna keikhlasan, dan penyerahan. Aku bersyukur bisa benar-benar menyadari hal ini. Aku bersyukur bisa mengerti hal ini ketika mungkin pada saat yang sama jutaan orang lain justru mengeluh, justru menolak kenyataan. Aku bersyukur bahwa aku ternyata Engkau karuniai pengertian dan kesadaran yang suci tentang makna hidup yang sesungguhnya, yaitu penerimaan.
Aku menerima diriku. Aku menerima semua penderitaan yang memang harus terjadi. Aku menerima semua rasa kecewa yang memang harus terjadi. Aku menerima rasa lemah yang memang diizinkan. Itu ternyata semua membawa kemuliaan. Pikiran biasa tidak sanggup memahami hal itu. Hanya hati yang penuh penyerahan dan keikhlasan yang mampu memahami hal itu. Aku bersyukur aku diizinkan termasuk orang yang Engkau karuniai pengertian dan kesadaran ini, sehingga hidupku pada kondisi seperti apa pun tetap bisa bersyukur, tenang, bahkan tetap penuh kebahagiaan. Tampaknya agak mustahil lagi logika biasa, tetapi pada saat ini aku bisa merasakan kedamaian, ketenangan, bebas dari kemelekatan, bebas dari keinginan yang sia-sia, dan bebas dari kemarahan yang tidak perlu terjadi. Terima kasih Tuhan, hatiku tenang.

Dulu rasa syukurku adalah atas semua yang aku miliki, yang aku dapatkan. Dulu rasa syukurku adalah atas apa yang aku nikmati yang berbentuk materi atau kesenangan duniawi. Dulu yang membuatku bersyukur adalah saat aku mencapai sesuatu yang besar, yang membanggakan diriku, yang keren, yang sangat populer. Dulu yang membuatku merasa bersyukur adalah ketika aku mendapat cinta dari orang-orang yang aku harapkan mencintaiku. Dulu aku menganggap semua harapanku yang terwujud adalah keberuntungan dan hal yang membahagiakan. Intinya, dari tidak ada menjadi ada, dari kurang menjadi lebih. Itulah hal-hal yang membuatku bersyukur.

Namun, saat ini aku bisa bersyukur ketika aku sedang sakit, ketika aku sedang menderita. Secara logika kehilangan sesuatu, tetapi aku menumbuhkan kemuliaan. Perasaan ini tidak mudah dirasakan bagi yang tidak berada pada kondisi yang sama. Sekarang aku bersyukur karena aku punya perasaan ini. Ternyata perasaan ini lebih berharga, lebih mulia, lebih tinggi derajatnya dibanding perasaan-perasaan syukurku yang dahulu. Sekarang aku bersyukur bahwa aku menyadari kemuliaan. Ini lebih tinggi nikmatnya dibanding mensyukuri hal-hal yang lalu.

Saat bersyukur pada kondisi tidak enak, menderita, tertekan, atau banyak masalah, dalam diriku timbul kesadaran, pemakluman, ketenangan, dan keserahan diri kepada Yang Mahakuasa. Rasa syukur pada kondisi ini nikmatnya lebih mendalam, tidak dapat benar-benar ada perbandingannya, beda rasanya. Kondisi penderitaan tersebut mengandung kemuliaan yang sulit dilupakan seumur hidup.



ISTIKHARAH CINTA




Rindunya sebuah hati,
Rindunya sebuah cinta,
Cinta yang abadi dan cinta yang kekal kepada ilahi. .
Kini ku menerkah hati untuk menjawab segalanya, bersujud dipertengahan malam meminta dan bertanya-tanya, setiap doa setiap nama yang terucap indah dan berharap akan tertulis dalam sajadah cinta. .
Ketika hati tak bisa menjawab segalanya, ketika itu aku berteman dengan malam yang sunyi dan penuh doa. .
siapakah dia. .?
akankah dia mempertemukanku kepada Ilahi. .?
dapatkah dia membesarkan cintaku kepada ilahi. .?
sanggupkah dia membawaku ketempat indah yang abadi. .?
Setiap alunan tasbih untuk menerkah hati yang tersebunyi, menanti hingga menetapkan pilihan sebagai teman hidup, satu teman setia ketika naluriku telah mengatakannya, meminta petunjuk hingga semua akan terjawab sebuah nama dalam istikharah cintaKu. .